Dan Akhirnya Kita, Kalah Juga
Rabu, 09 September 2020
Rabu, 09 September 2020
Sajak
Dan ternyata, pada akhirnya kita kalah juga. Kita kalah dengan jarak dan rasa bosan; sesuatu yang dulu sempat kita anggap mustahil dan tolak kehadirannya. Seperti yang gue katakan pada sajak Dekantanisasi Elegi, perpisahan memang menyakitkan. Tentu yang lebih menyakitkan adalah bagaimana dirimu setelahnya.
Bagaimana hari harimu berjalan tanpanya, memang saat penentuan apakah cinta dalam kita akan terus ada atau dipaksa berhenti, kita tak memikirkan hal yang mungkin akan terjadi kedepannya; tersiksa oleh keputusan sendiri misalnya. Mungkin hal itu terjadi karena kita dikuasai oleh ego masing masing. Bukan ego untuk ingin merasa menang, tapi ego bahwa kita sama sama beranggapan bahwa kita sudah mencapai masa saling menyakiti.
Iya, bukan menyakiti satu sama lain, tapi sama sama menyakiti diri sendiri. Mengalah? Kami sudah saling mengalah sebelumnya, hingga akhirnya kami yang kalah. Ya sudahlah, biarkan aku saja yang melukiskan semua yang terjadi setelah hari itu. Karena mungkin kau tidak akan kuat, jujur. Mengenang masa indah jauh lebih menyakitkan daripada masa masa kelam, tentu itu terjadi saat kau berada pada situasi sepertiku sekarang.
Tapi tenang, aku tidak akan melampiaskan semua emosi-emosi seperti itu pada orang orang disekitarku, pelarian? Aku tak pernah memikirkan itu sebelumnya. Aku adalah tipe-tipe orang yang melampiaskan emosi dalam diam dan kadang melalui sajak sajak sedih; tulisan ini contohnya. Tapi yah semua sudah terjadi.
Kurasa mulai sekarang aku akan mulai berhenti untuk membanggakanmu dalam setiap cerita dan sajak sajakku; tentu jika aku mampu. Haah … kurasa aku pernah memikirkan ini sebelumnya, ternyata benar. Aku sudah menyesal jauh sebelum aku bertindak. Terdengar pesimis memang, tapi begitulah keadaanya.
Yah pada akhirnya mustahil untuk tidak menyakiti seseorang kan? Dan mulai hari ini meski tanpamu akan kucoba untuk bahagia, walau tak akan sempurna. Tapi tenang, pada dasarnya kita akan terikat dengan kisah yang pernah membuat kita tersenyum; bahwa kita pernah menjadi tokoh dalam kisah tersebut. Sekali lagi ijinkan ku kutip kata kata dari sajakku sendiri;
Bagaimana hari harimu berjalan tanpanya, memang saat penentuan apakah cinta dalam kita akan terus ada atau dipaksa berhenti, kita tak memikirkan hal yang mungkin akan terjadi kedepannya; tersiksa oleh keputusan sendiri misalnya. Mungkin hal itu terjadi karena kita dikuasai oleh ego masing masing. Bukan ego untuk ingin merasa menang, tapi ego bahwa kita sama sama beranggapan bahwa kita sudah mencapai masa saling menyakiti.
Iya, bukan menyakiti satu sama lain, tapi sama sama menyakiti diri sendiri. Mengalah? Kami sudah saling mengalah sebelumnya, hingga akhirnya kami yang kalah. Ya sudahlah, biarkan aku saja yang melukiskan semua yang terjadi setelah hari itu. Karena mungkin kau tidak akan kuat, jujur. Mengenang masa indah jauh lebih menyakitkan daripada masa masa kelam, tentu itu terjadi saat kau berada pada situasi sepertiku sekarang.
Tapi tenang, aku tidak akan melampiaskan semua emosi-emosi seperti itu pada orang orang disekitarku, pelarian? Aku tak pernah memikirkan itu sebelumnya. Aku adalah tipe-tipe orang yang melampiaskan emosi dalam diam dan kadang melalui sajak sajak sedih; tulisan ini contohnya. Tapi yah semua sudah terjadi.
Kurasa mulai sekarang aku akan mulai berhenti untuk membanggakanmu dalam setiap cerita dan sajak sajakku; tentu jika aku mampu. Haah … kurasa aku pernah memikirkan ini sebelumnya, ternyata benar. Aku sudah menyesal jauh sebelum aku bertindak. Terdengar pesimis memang, tapi begitulah keadaanya.
Yah pada akhirnya mustahil untuk tidak menyakiti seseorang kan? Dan mulai hari ini meski tanpamu akan kucoba untuk bahagia, walau tak akan sempurna. Tapi tenang, pada dasarnya kita akan terikat dengan kisah yang pernah membuat kita tersenyum; bahwa kita pernah menjadi tokoh dalam kisah tersebut. Sekali lagi ijinkan ku kutip kata kata dari sajakku sendiri;
“Karena sekarang aku paham Terkadang, kau tak perlu sendiri untuk merasa kesepian.”
April; Ketika Hujan dan Rindu Melebur Menjadi Satu.
April; Ketika Hujan dan Rindu Melebur Menjadi Satu.
Karena meskipun aku sendiri, kenangan kita akan selalu berada disisiku. Iya. Itu adalah deskripsiku tentang kesendirian yang paling berat.
Aditya Januardi
2 Desember 2017